Terimakasih telah mengunjungi halaman ENVERITA.COM, kami sangat menghargai waktu anda dan berharap anda menemukan apa yang anda cari. Jangan ragu untuk menghubungi kami jika ada pertanyaan atau kebutuhan lebih lanjut.
Hukum ketenagakerjaan hadir sebagai jawaban atas kebutuhan akan keadilan dan keseimbangan dalam hubungan kerja antara pekerja dan pemberi kerja. Di balik pasal-pasal dan regulasi yang kita kenal hari ini, terdapat sejarah panjang dan perjuangan sosial yang membentuknya. Artikel ini akan mengajak Anda menelusuri asal mula hukum ketenagakerjaan, dari masa lalu hingga tantangan masa kini.
1. Sebelum Revolusi Industri: Hubungan Kerja Tradisional
Sebelum Revolusi Industri, kehidupan ekonomi masyarakat cenderung bersifat agraris dan komunal. Banyak orang bekerja sebagai petani, buruh tani, pengrajin, atau pedagang kecil. Hubungan kerja lebih bersifat personal, informal, dan seringkali terjadi dalam lingkup keluarga atau komunitas lokal.
Namun, di balik kesederhanaannya, tidak ada perlindungan hukum yang jelas bagi pekerja. Mereka yang bekerja untuk bangsawan atau pemilik tanah besar, seperti dalam sistem feodalisme, rentan terhadap ketidakadilan. Tidak ada batasan waktu kerja, tidak ada jaminan upah, dan jika terjadi sengketa, kekuasaan selalu berada di tangan pihak majikan.
2. Revolusi Industri dan Munculnya Krisis Kemanusiaan
Perubahan besar terjadi di abad ke-18, ketika Revolusi Industri melanda Inggris dan kemudian menyebar ke Eropa dan belahan dunia lainnya. Mesin-mesin mulai menggantikan tenaga manusia, dan pabrik-pabrik tumbuh di mana-mana. Produksi meningkat, tetapi kondisi kerja menjadi semakin tidak manusiawi:
-
Jam kerja bisa mencapai 12–16 jam per hari.
-
Anak-anak usia 5–12 tahun banyak dipekerjakan di tambang atau pabrik tekstil.
-
Tidak ada jaminan kesehatan, keamanan kerja, atau cuti.
Menurut laporan sejarah, di Inggris pada tahun 1833, lebih dari 50% pekerja di pabrik tekstil adalah anak-anak. Kondisi ini memicu tekanan publik dan mulai munculnya tuntutan terhadap perlindungan tenaga kerja.
3. Munculnya Gerakan Buruh dan Serikat Pekerja
Eksploitasi yang terjadi memicu perlawanan dari para pekerja. Inilah titik awal lahirnya gerakan buruh. Para pekerja mulai berkumpul, membentuk serikat, dan menggelar protes untuk memperjuangkan hak mereka.
Beberapa momen penting dalam sejarah gerakan buruh:
-
The Factory Act 1833 (Inggris): Membatasi jam kerja anak-anak dan mengatur pengawasan pabrik.
-
Gerakan 8-8-8: Kampanye global untuk 8 jam kerja, 8 jam istirahat, dan 8 jam rekreasi.
-
May Day (Hari Buruh Internasional): Berasal dari aksi besar-besaran di Chicago tahun 1886, yang menuntut hari kerja 8 jam.
Gerakan buruh juga berperan penting dalam mendorong pemerintah membuat regulasi yang lebih adil dalam hubungan kerja.
4. Peran Pemerintah dan Organisasi Internasional
Peran Pemerintah Nasional
Memasuki abad ke-20, banyak negara mulai merespons tuntutan pekerja dengan membuat undang-undang ketenagakerjaan. Misalnya:
-
UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Indonesia): Mengatur hak dan kewajiban pekerja dan pengusaha, termasuk upah, PHK, jam kerja, dan jaminan sosial.
-
UU Cipta Kerja (2020): Salah satu perundangan besar yang mengubah sebagian aturan ketenagakerjaan untuk mendorong investasi, meski menuai kritik dari kalangan buruh.
Organisasi Internasional (ILO)
Pada tahun 1919, lahirlah International Labour Organization (ILO), sebagai bagian dari Perjanjian Versailles pasca-Perang Dunia I. Tujuan ILO adalah meningkatkan keadilan sosial dan kondisi kerja yang layak di seluruh dunia.
ILO telah mengeluarkan lebih dari 190 konvensi internasional, beberapa di antaranya menjadi acuan penting bagi hukum ketenagakerjaan di berbagai negara, termasuk Indonesia. Beberapa tema utama konvensi ILO:
-
Larangan kerja paksa
-
Penghapusan pekerja anak
-
Perlindungan terhadap diskriminasi
-
Hak untuk berserikat dan berunding bersama
5. Era Modern: Dunia Kerja yang Terus Berubah
Memasuki abad ke-21, hukum ketenagakerjaan menghadapi tantangan baru:
-
Gig economy & freelance: Semakin banyak pekerja lepas tanpa hubungan kerja tetap.
-
Remote working: Tren kerja jarak jauh menimbulkan pertanyaan baru soal jam kerja dan perlindungan sosial.
-
Automasi dan AI: Pergeseran jenis pekerjaan menyebabkan perubahan kebutuhan keterampilan tenaga kerja.
Hukum ketenagakerjaan saat ini dituntut lebih adaptif, agar tetap bisa melindungi pekerja sambil mendukung perkembangan teknologi dan ekonomi.
Tujuan Utama Hukum Ketenagakerjaan
Inti dari hukum ketenagakerjaan adalah menciptakan hubungan kerja yang adil, manusiawi, dan berkelanjutan. Beberapa tujuannya antara lain:
-
Melindungi pekerja dari eksploitasi dan diskriminasi.
-
Membentuk struktur hubungan industrial yang seimbang antara buruh dan pengusaha.
-
Menjamin hak dasar tenaga kerja, seperti upah layak, waktu istirahat, cuti, dan perlindungan dari PHK sepihak.
-
Menjamin kesejahteraan sosial, melalui sistem jaminan sosial dan perlindungan kerja.
-
Mendorong stabilitas sosial dan produktivitas nasional.
Sebuah Perjuangan yang Terus Berlanjut
Hukum ketenagakerjaan bukanlah produk instan, tapi hasil dari perjuangan panjang, keringat, dan air mata jutaan pekerja di seluruh dunia. Dari masa ketika anak-anak dipaksa bekerja di tambang, hingga hari ini ketika pekerja menuntut hak kerja layak di era digital, semuanya adalah bagian dari narasi besar tentang keadilan di tempat kerja.
Kini, tugas kita adalah terus mendorong agar hukum ketenagakerjaan tidak hanya berlaku di atas kertas, tetapi juga terasa manfaatnya di lapangan—bagi buruh, pengusaha, dan masyarakat secara keseluruhan.