Terimakasih telah mengunjungi halaman ENVERITA.COM, kami sangat menghargai waktu anda dan berharap anda menemukan apa yang anda cari. Jangan ragu untuk menghubungi kami jika ada pertanyaan atau kebutuhan lebih lanjut.
Kecelakaan lalu lintas yang melibatkan kendaraan bermotor dan pejalan kaki bukanlah hal yang jarang terjadi. Di jalan-jalan kota besar maupun kecil, kasus semacam ini bisa terjadi kapan saja—baik karena kelalaian pengemudi maupun karena keteledoran pejalan kaki sendiri. Lalu, siapa yang salah jika terjadi tabrakan antara kendaraan dan manusia? Apakah pengemudi selalu harus bertanggung jawab? Atau mungkinkah pejalan kaki juga bisa dianggap bersalah?
Untuk menjawab pertanyaan ini secara adil dan menyeluruh, mari kita telaah berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia serta prinsip keadilan yang menjadi fondasi dalam sistem hukum lalu lintas.
1. Pengemudi Memiliki Tanggung Jawab Lebih Besar
Secara umum, dalam hukum Indonesia, pengemudi kendaraan bermotor memang dianggap memiliki tanggung jawab lebih besar dibandingkan pejalan kaki. Alasannya jelas: kendaraan bermotor memiliki potensi bahaya yang lebih tinggi—dari segi kecepatan, massa, dan kekuatan.
Dalam UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pengemudi diwajibkan untuk mengemudikan kendaraan secara wajar, penuh konsentrasi, dan hati-hati. Pengemudi juga diwajibkan memberikan prioritas kepada pejalan kaki, terutama di area tertentu seperti zebra cross, trotoar, sekolah, dan jalan pemukiman.
Jadi, jika seorang pengemudi menabrak pejalan kaki akibat ngebut, menerobos lampu merah, bermain ponsel saat menyetir, atau bahkan dalam kondisi mabuk—maka tanggung jawab hukum akan jatuh kepadanya. Ia bisa dijerat dengan Pasal 310 atau 311 UU LLAJ, yang mengatur tentang kelalaian pengemudi dan ancaman pidananya.
2. Pejalan Kaki Juga Bisa Dianggap Bersalah
Meski hukum memberikan tanggung jawab lebih kepada pengemudi, bukan berarti pejalan kaki selalu berada di posisi yang benar. Ada kondisi-kondisi tertentu di mana pejalan kaki justru bisa dianggap sebagai pihak yang lalai atau bahkan menjadi penyebab utama kecelakaan.
Contohnya:
-
Menyebrang jalan sembarangan, bukan di zebra cross atau jembatan penyeberangan.
-
Berjalan di badan jalan, padahal ada trotoar yang tersedia.
-
Tiba-tiba menyeberang tanpa melihat kondisi lalu lintas.
-
Berdiri atau bermain di jalan raya, tanpa alasan darurat.
Dalam situasi seperti ini, pihak kepolisian dapat mempertimbangkan bahwa pejalan kaki ikut berkontribusi terhadap kecelakaan yang terjadi. Tanggung jawab tidak lagi sepenuhnya pada pengemudi.
3. Siapa yang Salah? Polisi yang Menentukan Berdasarkan Fakta
Setiap kecelakaan lalu lintas akan diselidiki oleh aparat yang berwenang—biasanya unit laka lantas. Mereka akan mengumpulkan berbagai bukti dan keterangan, seperti:
-
Rekaman CCTV jika tersedia.
-
Keterangan saksi mata.
-
Posisi korban dan kendaraan setelah tabrakan.
-
Kecepatan kendaraan saat insiden terjadi.
-
Kondisi kendaraan (rem, lampu, kelengkapan).
-
Faktor cuaca dan visibilitas jalan.
Dari hasil penyelidikan ini, barulah ditentukan siapa yang bersalah. Terkadang, kedua belah pihak bisa sama-sama dianggap lalai. Dalam kasus seperti itu, tanggung jawab bisa dibagi atau menjadi bahan pertimbangan untuk pemberian sanksi pidana atau perdata.
4. Kewajiban Bersama: Mencegah Lebih Baik daripada Mengobati
Daripada sibuk menyalahkan setelah kecelakaan terjadi, yang paling bijak adalah fokus pada pencegahan. Semua pengguna jalan—baik pengemudi maupun pejalan kaki—punya peran penting dalam menjaga keselamatan bersama.
Bagi pengemudi:
-
Kurangi kecepatan saat melintasi area ramai, terutama di dekat sekolah, pasar, atau perumahan.
-
Selalu siap berhenti jika ada pejalan kaki yang hendak menyeberang di zebra cross.
-
Jangan berkendara dalam kondisi lelah, mabuk, atau mengantuk.
-
Hindari penggunaan ponsel saat mengemudi.
Bagi pejalan kaki:
-
Gunakan trotoar dan jembatan penyebrangan jika tersedia.
-
Jangan menyeberang secara tiba-tiba.
-
Perhatikan arah kendaraan sebelum melangkah.
-
Hindari berjalan sambil menunduk ke ponsel, apalagi saat di pinggir jalan.
Keselamatan di Jalan adalah Tanggung Jawab Kita Semua
Hukum tidak serta-merta menyalahkan pengemudi atau pejalan kaki dalam setiap kasus kecelakaan. Yang menjadi penentu adalah fakta di lapangan—apakah ada unsur kelalaian, apakah pihak tertentu mengabaikan aturan, dan bagaimana kronologinya.
Oleh karena itu, penting untuk tidak hanya tahu hak, tetapi juga kewajiban. Sebagai pengemudi, kita harus selalu waspada dan bijak. Sebagai pejalan kaki, kita pun harus disiplin dan sadar akan risiko di jalan.
Ingat, keselamatan bukan hanya soal aturan. Ini soal empati, kepedulian, dan tanggung jawab terhadap nyawa manusia.